Kembali ke Dakwah

Memaknai Bencana


Rahman Ardi WardanaRahman Ardi Wardana

Bencana, apapun bentuknya, sesungguhnya merupakan bentuk kasih sayang Allah kepada manusia. Berbagai peristiwa yang menimpa manusia pada hakikatnya merupakan ujian dan cobaan atas keimanan dan perilaku yang telah dilakukan oleh manusia. Sistem keimanan yang diajarkan dalam Islam bertumpu pada keyakinan bahwa Allah merupakan Zat Yang Maha Raḥmah (kasih dan sayang). Allah sendiri menetapkan bagi diri-Nya sifat raḥmah. [Q.S. al-An’ām (6): 54]. Begitu pula sebaliknya, orang beriman dan bertakwa selalu mengakui bahwa apa yang diberikan oleh Allah kepada mereka adalah “kebaikan”. [Q.S. alNaḥl (16): 30] Sifat raḥmah Allah akan membentuk sebuah sikap yang merupakan tujuan puncak dalam Islam, yakni kebaikan dan keadilan. [Q.S. Ali ‘Imrān (3): 18; al-A’rāf (7): 29; al-Syūrā (42): 17]

Dalam menjalani kehidupan, manusia selalu berhadapan dengan sesuatu yang menimpa dirinya. Sesuatu yang menimpa ini disebut dengan muṣībah. Konsekuensi dari ajaran tauhid, peristiwa yang menimpa manusia tersebut bukanlah sebuah persoalan, karena manusia hidup pasti akan diuji dengan berbagai persoalan. Muṣībah tidak lain adalah ujian dan cobaan kepada manusia baik berupa ḥasanāt (sesuatu yang baik) ataukah sayyi’āt (sesuatu yang tidak baik). Namun, hal yang menjadi persoalan adalah bagaimana manusia menghadapi ujian dan cobaan (persoalan) itu sendiri. Dengan kata lain, permasalahan manusia terletak pada bagaimana dirinya menghadapi persoalan, bukan pada persoalan itu sendiri.

Peristiwa yang merupakan musibah merupakan ketetapan dan ketentuan Allah (takdir). Takdir di sini dimaknai dengan sebuah ketetapan dan ketentuan Allah yang telah terjadi di hadapan kita. Hanya Allah saja yang mengetahui ketetapan dan ketentuanNya, manusia hanya dapat mengetahuinya ketika ketetapan dan ketentuan tersebut terjadi. Adapun ketika ketetapan dan ketentuan yang akan terjadi manusia juga tidak mengetahuinya, hanya Allah saja yang Maha Tahu. Dengan demikian, manusia wajib memohon kepada Allah dan berusaha untuk mensikapinya dengan penuh kesabaran dalam rangka merubah keadaan yang dihadapinya menjadi lebih baik.[Q.S. al-Anfāl (8): 53][Q.S.al-Ra’du (13): 11].

Ketentuan dan ketetapan Allah mengenai peristiwa yang dihadapi manusia didasarkan pada kebaikan dan keadilan Allah, supaya manusia mengingat dan kembali pada ketetapan Allah. Karena Allah Maha Baik dan Adil, maka ketentuan dan ketetapan Allah tidak akan ditujukan untuk menyengsarakan manusia [Q.S. Yūnus (10): 44] [Q.S. Qaf (50): 29]. Penjelasan di atas memberikan gambaran bahwa Allah adalah Maha Baik dan Adil. Ke-Maha Baik-an dan ke-Maha Adil-an Allah selalu mengiringi setiap peristiwa yang terjadi.

Bencana bukan merupakan bentuk amarah dan ketidakadilan Allah kepada manusia, justru sebaliknya bencana merupakan bentuk kebaikan dan kasih sayang (raḥmah) Allah kepada manusia. Bencana berfungsi sebagai media untuk introspeksi seluruh perbuatan manusia yang mendatangkan peristiwa yang merugikan manusia itu sendiri.

Hal ini dapat dipahami bahwa perbuatan manusia terkadang dilakukan tanpa pertimbangan yang matang. Ketika melakukan sesuatu perbuatan, manusia sering kali tidak memikirkan apakah perbuatan tersebut berdampak negatif pada pihak lain (manusia dan alam) atau tidak. Dalam konteks inilah apa yang disebut sebagai kesalahan terjadi. Kesalahan dalam hal ini dipahami sebagai sebuah perbuatan manusia yang dilakukan tanpa memperhitungkan aspek-aspek yang lebih luas.

Dengan demikian kesalahan tidak hanya diartikan sebagai perbuatan dosa dalam konteks teologis, namun kesalahan juga diartikan sebagai dosa sosiologis yakni “kesalahperhitungan” dalam berbuat terhadap manusia lain atau terhadap alam. Misalnya, manusia salah memperhitungkan faktor risiko yang ada di sekitarnya sehingga menimbulkan kerugian bahkan kerusakan. Contoh riil, ketika manusia membangun pemukiman di wilayah lereng-lereng pegunungan dengan menebang pohon-pohon di sana maka ketika musim hujan air tidak meresap dengan sempurna, dan tanah juga tidak ada penahan. Dalam kondisi seperti itu, air hujan yang volumenya besar dan terakumulasi akan menggerus lereng-lereng sehingga terjadilah banjir atau tanah longsor. Demikian juga dengan wilayah gempa dan wilayah gunung berapi, manusia mesti memperhitung-kan ketika akan tinggal di wilayah tersebut. Ketika tidak memperhitungkan dengan cermat risiko, bencana akan semakin besar, dan inilah “kesalahan sosial” itu.

Selengkapnya baca di rahmanwardantz.wordpress

Share

1-1 of 1

Reply to this discussion

You cannot edit posts or make replies: You should be logged in before you can post.

Post a reply
641 views