Pada Mei 2016, lahir Tafsir At-Tanwir, yang naskah awalnya dimuat rutin di rubrik “At-Tanwir” majalah Suara Muhammadiyah. Tafsir ini merupakan amanah Muktamar 1 abad Muhammadiyah di Yogyakarta tahun 2010. Memasuki abad kedua, Muhammadiyah dituntut memiliki sebuah tafsir monumental yang menjadi rujukan keagamaan bagi warga Muhammadiyah dan masyarakat luas. Selain tafsir, peserta muktamar juga mengamanahkan penyusunan Risalah Islamiyah, yaitu sebuah panduan lengkap tentang paham agama menurut Muhammadiyah, dilihat dari semua bidang kehidupan.
Tafsir dengan penyajian runtut sekaligus tematik (tahlili cum maudhui) ini berusaha untuk membangkitkan etos ibadah (semua aktivitas pengabdian harus melahirkan kesalihan individu dan kesalihan sosial); etos ekonomi (mendorong semangat kerja, disiplin, kerjasama, tanggung jawab); etos sosial (mengupayakan solidaritas, toleransi, persaudaraan, keadilan, transparansi, visioner); dan etos keilmuan (mendorong upaya pemajuan peradaban yang dimulai dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi).
Ketika menguraikan surat Al-Fatihah, At-Tanwir memberi pemahaman tentang makna kehidupan. Menjawab tiga pertanyaan besar manusia: Dari mana berasal? Untuk tujuan apa di sini? Ke mana akan menuju? Tafsir ini menjelaskan tentang asal usul manusia, dari aspek spiritual hingga tinjauan sains. Manusia sebagai khalifatullah, hidup dengan jalan mengabdi. Mengharapkan ridha Allah dan merengkuh kebahagiaan di dunia dan akhirat. Pada akhirnya manusia dikembalikan kepada-Nya untuk dimintai pertanggungjawaban.
Menurut Wakil Ketua Majelis Tarjih Hamim Ilyas, Muhammadiyah memposisikan Al-Qur’an sebagai kitab rahmat, yang terinspirasi dari ayat 107 surat AlAnbiya (21). Al-Qur’an yang diturunkan Allah sebagai rahmat, bertujuan untuk mewujudkan kebaikan nyata bagi seluruh makhluk-Nya. Rahmat adalah kasih sayang yang mendorong seseorang berbuat baik kepada yang dikasihi, supaya menuju hidup baik. Diukur dengan indikator: hidup bahagia, damai, sejahtera. (ribas)
——————————